DHANA PUNIA

BHISAMA SABHA PANDITA
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
Nomor : O1/Bhisama/Sabha Pandita Parisada Pusat/X/2002.

Tentang

DANA PUNIA

Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi
Pesamuhan Sabha Pandita Parisada Hindu DharmaIndonesia Pusat

Menimbang:
1. Bahwa dalam rangka mendukung program kegiatan pembinaan umat untuk meningkatkan kualitas Sraddha dan Bhakti umat Hindu Indonesia, maka dipandang perlu mengadakan dana lestari melalui gerakan nasional dana punya dikalangan umat Hindu Indonesia.
2. Bahwa kegiatan dana punya merupakan salah sate ajaran agama Hindu yang patut dilaksanakan sebagai wujud Bhakti umat Hindu sesuai dengan hukum agama Hindu yang bersifat wajib.
3. Bahwa untuk melaksanakan kegiatan dana punya ini dipandang perlu mengeluarkan Keputusan Bhisama Sabha Panclita Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat.

Mengingat:
1. Ketetapan Mahasabha VII Parisada Hindu Dharma Indonesia tahun 2001 Nomor : 1/ Tap/M.Sabha/VIII/2001 tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Parisada Hindu Dharma Indonesia.
2. Ketetapan Maha Sabha VIII Parisada Hindu Dharma Indonesia Nomor: II/TAP/M.Sabha VIII/2001 tentang Program Kerja Parisada Hindu Dharma Indonesia.
3. Surat Keputusan Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat Nomor : 43/KEP/Parisada- Pusat/V/2000 tanggal 18 September 2000 tentang Kegiatan dana punya umat.

Memperhatikan :
Usul-usul Sabha Walaka dan hasil pembahasan Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat pada Pesamuhan Agung tanggal 26 — 28 Oktober 2002.

MEMUTUSKAN

Menetapkan:
BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT
TENTANG DANA PUNYA.

Pertama : Dana punya merupakan salah sam ajaran agama Hindu yang mesti ditaati leh seluruh umat Hindu sebagai suatu kewajiban suci.

Kedua : Menugaskan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk memasyarakatkan Bhisama Tentang dana punya, sesuai penjelasan dalam lampiran Bhisama ini kepada seluruh umat Hindu di Indonesia dan para simpatisan.

Ketiga : Menugaskan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indoneisa Pusat untuk menyelenggarakan kegiatan pengumpulan dana punya di lingkungan umat Hindu dan simpatisan, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Merencanakan sistem dan mekanisme penyelenggaraan secara efektif dan efisien.
b. Menyelenggarakan sistem manajemen pengelolaan yang sehat, transparan dan accountable.
c. Melaksanakan pelaporan secara periodik kepada Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia dan mempublikasikan kepada umat Hindu Indonesia.

Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Bhisama ini disampaikan kepada Ketua Umum Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk dilaksanakan.

Ditetapkan di : Mataram,
Pada tanggal : 28 Oktober 2002.

Dharma Adhyaksa Sabha Pandita,



Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa

Wakil Dharma AdhyaksaSabha Pandita,



Ida Pandita Mpu Jaya Dangka Suta Reka







Lampiran:
BHISAMA SABHA PANDITA
PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA
Nomor : O1/Bhisama/Sabha Pandita Parisada Pusat/X/2002.

DANA PUNYA

A. Pengertian
Salah satu ajaran agama Hindu yang harus dihayati dan diamalkan untuk tegaknya Dharma ialah ajaran dana punya. Kata dana punya berarti pemberian dengan tulus sebagai salah satu bentuk pengamalan ajaran Dharma. Pemberian tersebut dapat berupa nasehat/wejangan atau petunjuk hidup, yang mampu mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik (Dharmadana), berupa pendidikan (Vidyadana) dan berupa harta benda (Arthadana) yang bertujuan untuk menolong atau menyelamatkan seseorang atau masyarakat. Ajaran dana punya ini mempunyai peranan yang penting dan harus menjadi kenyataan untuk dilaksanakan sebagai salah satu wujud dan Dharma, seperti diamanatkan dalam Wrhaspati Tattwa 26, yakni Sila (tingkah laku yang baik), Yajna (pengorbanan), Tapa (pengendalian diri), Dana (pemberian), Prawjya (menambah ilmu pengetahuan suci), Diksa (penyucian diri/Dvijati) dan Yoga (menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa). Setiap umat Hindu hendaknya secara utuh dapat mengamalkan ajaran Dharma (agama) tersebut.

Tujuan pokok dan ajaran dana punya adalah untuk menumbuh-kembangkan sikap mental yang tulus pada diri pnibadi umat manusia dalam melaksanakan ajaran Wairagya yaitu : ajaran ketidak terikatan (keikYilasan) pada diri seseorang. Istilah berdana ini lazim disebut ajaran dana punya umumnya dalam bentuk materi berupa benda-benda bergerak dan benda-benda tak bergerak seperti tanah labhapura atau tanah bukti dan lain-lain.

Ajaran dana punya bertujuan untuk membimbing manusia menuju kesempurnaan lahir bathin yang akan mengantar manusia mencapai surga dan bahkan mencapai Moksa (kalepasan, bersatunya Sang Diri dengan Tuhan Yang Maha Esa), oleh karena ajaran ini merupakan salah satu bagian dari 7 jenis perwujudan Dharma, maka menurut hukum Hindu, ajaran dana punya ini wajib hukumnya, wajib dilaksanakan oleh setiap umat manusia.

Ajaran dana punya dilandasi oleh ajaran Tattvam asi, yang memandang setiap orang seperti diri kita sendiri yang memerlukan pertolongan, bantuan atau perlindungan untuk mewujudkan kebahagiaaan hidup yang sejati, seperti diamanatkan dalam kitab suci Veda, “vasudhaivakutumbakam” semua makhluk adalah bersaudara.

B. Sabda suci Tuhan Yang Maha Esa tentang Dana punya
Sumber-sumber ajaran dana punya adalah kitab suci Veda yang merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa dan sumber tertinggi ajaran agama Hindu, serta yang terkandung dalam susastra Hindu. Dalam kitab suci Veda dan susastra Hindu terkandung ajaran-ajaran sebagai berikut:

“Semoga kita dapat mengabdikan diri kita menjadi isrtument Tuhan Yang Maha Esa dan dapat membagikan keberuntungan kita kepada orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan“. (Rg. Veda. I. 15.8).

“Hendaknya mereka memperoleh kekayaan dengan kejujuran dan dapat memberikan kekayaannya itu dengan kemurahan hati, mereka tentunya akan dihargai oleh masyarakat. Semogalah mereka tekun bekerja dan meyakini kerja itu sehagai bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa”. (Rg.Veda I.15.9).

“Orang-orang yang dermawan menghuni tempat yang tinggi di sorga. Orang yang tidak picik, yang mendermakan kuda, memperoleh tempat di alam Surga”. (Rg.Veda X. 107.2).

“Orang-orang yang dermawan, tidak pernah mati, tidak menderita karena malapetaka, juga tidak binasa”. (Rg.Veda X. 107.8).

“Orang yang bijak yang suka berderma memancarkan cahaya kesucian dan memperoleh kekuasaan-Nya”. (Rg.Veda I.125.5).

“Tuhan Yang Maha Esa menurunkan anugrah yang mengagumkan kepada orang yang pemurah, suka berdana punia yang dilandasi dengan ketulusan hati. Mereka memperoleh keabadian, rahmat-Nya kejayaan dan panjang usia”. (Rg.Veda I. 125.6).

“Tuhan Yang Maha Esa tidak akan memberikan anugrah kepada orang-orang yang memperoleh kekayaan dengan tidak jujur. Demikian pula yang tidak mendermakan sebagian miliknya kepada orang-orang miskin dan yang sangat memerlukan. Tuhan Yang Maha Kuasa akan mengambil kekayaan milik orang-orang yang tamak dan menganugerahkannya kepada orang-orang yang dermawan”. (Rg.Veda V. 34. 7).

“Tuhan Yang Maha Esa akan mengambil kekajaan mereka yang suka memeras bawahan dan orang-orang disekitanya. Demikian pula mereka yang tidak membagikan kekayaannya kepada pekerja-pekerja yang ulet membanting tulang”. (Rg.Veda V42.9).

“Ia yang hanya mementingkan diri dan menikmati makanan untuk dirinya sendiri dan menolak memberikan kepada orang-orang yang miskin dan sangat kelaparan sesungguhya tidaklah pantas dijadikan sahabat”. (Rg.Veda XI.17.5).

“Hendaknya kekayaan dan keberuntungan dapat didermakan kepada orang-orang miskin dan benar-benar memerlukan. Hendaknya mereka dapat memandang jalan kehidupan yang benar. Roda kereta pembawa kekayaan tidak pernah berhenti. Kekayaan berlimpah satu hari dan bertambah terus pada hari-hari selanjutnya. Hendaknya setiap orang sadar untuk menolong orang setiap hari”.(Rg.Veda X. 117.5).

“Berdermalah untuk tujuan yang baik dan jadikanlah kekayaanmu bermanfaat. Kekayaan yang didermakan untuk tujuan luhur tidak pernah hilang. Tuhan Yang Maha Esa memberikan jauh lebih banyak kepada yang mendermakan kekayaan untuk kebaikan bersama”. (Atharwa Veda III.15.6).

“Hendaknya bekerjalah kamu seperti dengan seratus tanganmu dan mendermakan hasilnya dengan seribu tanganmu. Bila kamu bekerja dengan kesungguhan dan kejujuran, hasil yang akan diperolleh akan berlimpah ruah, beribu kali. Bagi yang mendermakannya, sesuai dengan keperluannya, Tuhan Yang Maha Esa akan menganugerahkan rahmat-Nya”. (Atharva Veda
III.24.5).

“Wahai umat manusia, bekerja keraslah kamu sekuat tenaga, usir jauh-jauh sfat-sifatmu yang membuat kamu melarat dan sakit. Hendaknya kekayaan yang kamu peroleh dengan kejujuran dapat bermanfaat bagi masyarakat. Arahkanlah untuk perbuatan-perbuatan baik dan kesejahteraan masyarakat”. (Atharva Veda VI.81. 1).

“Hanyalah seseorang yang senang mendermakan makanan kepada yang lain apakah kepada cendekiawan, pinandita, orang-orang miskin atau peminta-minta dan orang-orang cacat menikmati makanan yang telah dipersembahkan. Orang yang demikian selalu memperoleh rakhmat-Nja. Ia dapat mengubah musuhnya menjadi sahabatnya yang sejati”. (Rg. Veda X. 117,4).

“Semogalah kebaikan bagi penyembah yang tulus tidak pernah menderita. Hari-harinya penuh dengan kegembiraan, kesedihan tidak akan pernah menyentuh mereka. Seseorang yang suka menderma dan senantiasa jujur tidak pernah menyesal dan putus asa”. (Rg. Veda I.125.7).

Dalam kitab Manavadharmasastra, terkandung ajaran sebagai berikut:

“Seorang kepala keluarga harus memberi makan sesuai kemampuannya kepada mereka yang tidak menanak dengan sendirinya (yaitu pelajar dan pertapa) dan kepada semua makhluk. Seseorang hendaknya membagi-bagikan makanan tanpa mengganggu kepentingannya sendiri”. (Manawadharmasastra IV.32).

“Bagi mereka yang berumah tangga, bila mampu hendaknya berdana punia kepada mereka yang tidak memasak makanan dan makhluk lain yang memerlukan”. (Manawadharmasastra IV. 33).
“Walaupun harta itu dperoleh sesuai menurut hukum (dharrna) tetapi bila tidak didermakan (disedekahkan/diamalkan) kepada yang layak, akan terbenam ke kawah neraka”. (Manawadharmasastra IV. 193).

“Hendaknya tidak jemu-jemunya ia berdana punia dengan memberikan hartanya dan mempersembahkan sesajen dengan penuh keyakinan. Memperoleh harta dengan cara yang benar dan didermakan akan memperoleh tempat tertinggi (Moksa)”. (Manawadharmasastra IV.226).

“Ia yang berderma air akan memperoleh kepuasan, berderma makanan akan memperoleh pahala kenikmatan, yang berderma biji-bijian akan memperoleh keturunan, dan yang berderma mampu akan memperoleh pengetahuan,yang sempurna”. (Manawadharmasastra IV. 229).

“Yang berderma tanah akan memperoleh dunia yang layak baginya, berderma emas memperoleh umur panjang, berderma rumah akan memperoleh karunia yang agung, yang berderma perak akan memperoleh keindahan”. (Manawadharmasastra IV. 230).

“Yang berderma pakaian akan memperoleh dunia yang layak di alam ini dan di bulan nanti, yang berderma kuda memperoleh kedudukan seperti dewa Asvina, yang berderma kerbau akan memperoleh keberuntungan dan yang berderma lembu akan mencapai suryaloka (Sorga)”. (Manawadharmasastra IV. 231).

“Apapun juga niatnya untuk berdana punia pahala itu akan diperolehnya di kemudian hari”. (Manawadharmasastra IV. 234).

“Ia yang dengan hormat menerima pemberian dana punia ia dengan tulus memberikannya keduanya mencapai sorga, dan apabila pemberian dan penerimaannya tidak tulus akan jatuh ke neraka”. (Manawadharmasastra IV. 235).

Dalam kitab Sarasamuccaya terkandung ajaran-ajaran sebagai berikut:
“Barang siapa yang memberikan dana punia maka ia sendirilah yang akan menikmati buah (pahala) dan kebajikannya itu”. (Sarasamuccaya 169).

“Adapun yang disebut dana punia adalah nasehat (wejangan) para pandita, sifat yang tidak dengki, taat melakukan Dharma, sebab bila semua itu dilakukan dengan tekun, ia akan memperoleh keselamatan sebagai pahala dan dana punia”. (Sarasamuccaya 170).

“Maka hasil pemberian dana punia melimpah-limpah adalah diperolehnya berbagai kenikmatan dunia lain (sesudah mati), akan pahala pengabdian kepada orang tua adalah diperolehnya hikmah kebijaksanaan yaitu kewaspadaan dan kesadaran, sedangkan pahala dan ahimsa karma ialah panjang usia, demikianlah sabda Maha Yogi (Bhatara)”. (Sarasamuccaya 171).

“Kekayaan seseorang datang dan pergi (mengalami pasang surut), bila tidak dipergunakan untuk berdana punia, maka mati namanya, hanya karena bernafas bedanya, seperti halnya puputan pandai besi”. (Sarasamuccaya 179).

C. Dana punia lebih utama dibandingkan dengan upacara Yajna
Memperhatikan terjemahan sabda suci Tuhan Yang Maha Esa yang terhimpun dalam Kitab Veda maupun susastra Hindu lainnya, maka yang menjadi landasan filosofis dilaksanakannya dana punia adalah ajaran suci tentang kesatuan (advaitavada) yang memandang segala sesuatunya berporos pada keagungan dan kemahakuasaan Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa sebagai satu kesatuan. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan umat manusia dan semua makhluk lainnya dalam sam “lila” atau “krida” dan semua makhluk tunduk kepada ajaran dan hukum-Nya, oleh karena manusia dituntut untuk menjadi instrumen-Nya (Vaidikapaurusam) serta melaksanakan tugas dan kewajibannya (svadharma) dengan sebaik-baiknya. Demikianlah dana punia merupakan satu ajaran untuk mewujudkan kebenaran, kesucian dan keharmonisan (satyam-siwamsundaram), karena itu setiap orang meniiliki tanggung jawab untuk mewujudkan ajaran dana punia tersebut.

Dalam Bhagavadgita XVIII.5 dinyatakan bahwa : “Seseorang jangan pernah berhenti melaksanakan Yajna, Tapa dan Dana, karena ketiganya akan menyucikan seseorang”. Oleh karena itu fungsi dari dana punia yang utama adalah untuk menyucikan diri, sebab dengan kesucian diri pahala dan dana punia akan dapat diwujudkannya.

Dalam kitab suci Manavadharmasastra 1.86 dinyatakan bahwa : “Pada jaman Krtayuga, Tapa-lah yang paling utama, pada jaman Tretayuga dinyatakan yang utama adalah Jnana, pada jaman Dvapara yuga adalah Yajna dan pada jaman Kaliyuga yang sangat utama adalah dana”. Oleh karena itu jaman sekarang ini yang merupakan jaman Kaliyuga, melaksanakan dana punia adalah kegiatan yang sangat utama dibandingkan dengan upacara yajna.

D. Besaran dan Pengelolaan Dana Punia
Menurut Sarasamuccaya 262-264, peruntukan harta hasil kerja itu hendaknya dibagi, yaitu sepertiga untuk Dharma (sahana ri kasiddhaning dharma), sepertiga lagi untuk Kama (sadhana ni kasiddhaning kama), dan sepertiga untuk Artha (sadhana ri kasiddhaning artha wrddyaken mwah), sesuai kutipan berikut:

“Demikianlah keadaannya, maka dibagi tigalah hasil usaha itu, yang satu bagian untuk biaya mewujudkan Dharma, bagian yang kedua adalah untuk biaya memenuhi Kama, dinikmati dan bagian yang ketiga diperuntukkan untuk mengembangkan modal usaha dalam bidang artha, ekonomi agar berkembang kembali, demikianlah hendaknya hasil usaha itu dibagi tiga, oleh orang yang ingin memperoleh kebahagiaan”. (Sarasamuccaya 262).

“Sebab harta benda itu jika Dharma dijadikan landasan untuk memperolehnya, labha atau keuntungan namanya, sungguh mengalami kesenangan orang yang memperoleh harta benda itu, akan tetapi jika harta benda itu diperoleh dengan jalan Adharma, merupakan noda terhadap harta benda itu, dihindari oleh orang yang berbudi utama, oleh karena itu janganlah bertindak menyalahi Dharma, jika anda berusaha menuntut sesuatu”. (Sarasamuccaya 263).

“Jika ada orang yang begini perilakunya, memperoleh harta dengan jalan Adharma, kemudian harta benda itu digunakan untuk membiayai Dharma, orang yang demikian perilakunya, lebih baik tidak berusaha secara demikian, sebab lebih benar orang yang menghindari lumpur dari pada menginjaknya, walaupun akhirnya akan dapat dibasuhnya”. (Sarasamuccaya 264).

Dalam Wrhaspati Tatwa sloka 26 dinyatakan 7 macam perbuatan yang tergolong Dharma, satu di antaranya adalah dana atau dana punia. Berdasarkan pembagian Dharma serta peruntukan dari hasil karya (penghasilan) seseorang, maka dapat dibulatkan menjadi 5%. Dengan demikian setiap umat Hindu wajib menyisihkan 5% dari penghasilan bersihnya secara khusus untuk didana-puniakan.

Pengelolaan dana punia dilaksanakan oleh Parisada yang dinyatakan sebagai majelis tertinggi umat Hindu menurut ketentuan kitab suci Manavadhanmasastra.

Demikian Bhisama ini ditetapkan untuk dijadikan tuntunan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di: Mataram
Pada Tanggal : 28 Oktober 2004.

Dharma Adhyaksa Sabha Pandita,



Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa

Wakil Dharma AdhyaksaSabha Pandita,



Ida Pandita Mpu Jaya Dangka Suta Reka